Minggu, November 04, 2007

generasi plagiatis

Media elektronik dalam hal ini televisi, radio, dan internet selalu memberikan efek kepada konsumennya sekaligus menjelma menjadi agen perubahan sosial dan globalisasi. Dengan sifat globalisasi yang mempopulerkan membuat para pekerja seni seperti artis ingin populer melalui media. Banyak cara untuk terkenal. Salah satunya adalah memakai brand image orang lain. Seperti yang terjadi dalam kasus antara Uut Permatasari dengan grup Matta Band.
Lagu yang dibawakan Uut diklaim sebagai lagu ciptaan Matta yang dicuri oleh Uut. Setidaknya itu menggambarkan ada jiwa plagiatisme dari para seniman.
Plagiatisme memang bukan barang langka ditengah berkembangnya media. Karena media secara tidak langsung berperan di dalamnya. Dengan sifat media yang menyeragamkan tentu menjadi teori penguat akan plagiatisme. Semua konsumen media biasanya akan menjadi seragam seperti pada gaya hidup ataupun cara berpikirnya. Semula anak muda malu dengan gaya rambut kribo ala Jimmy Hendrick. Namun, setelah Edi Brokoli sering nampang di TV membuat anak muda tidak malu-malu lagi dengan gayanya. Anak muda tersebut dapat dikategorikan sebagai peniru. Setuju atau tidak memang tergantung individu yang menganggapnya. Karena para plagiat itu memang sengaja meniru gaya Edi yang sempat popular dengan lagu “kripik singkong” bersama grup Harapan Jaya selain sebagai Viewer Jockey (VJ) MTV.
Tentu kita masih ingat dengan lagu “ono opo?” garapan Didi Kempot sebagai lagu saduran dari “Ada Apa Denganmu?” buatan Peterpan. Dari lagu itu jelas sekali kreatifitas Didi Kempot layak diacungi jempol. Tetapi jempol itu dapat terbalik ke bawah—maksudnya berubah menjadi ejekan—jika mendengar nada yang sama tapi beda lirik. Kalau boleh disamakan dengan pelajaran bahasa Indonesia tentu kita tahu apa itu “homonim”—suatu kata dengan tulisan sama tetapi beda arti. Untuk konteks Didi Kempot sama nada beda lirik menjadi tepat. Homonim kreatifitas masih terngiang ditelinga kita dengan lagu “SMS” yang dinyanyikan Ria Amelia. Sebagai lagu saduran dari lagu India dengan judul “Dil Use Do” yang dibawakan Andaaz. Dengan berbagai gubahan di sana-sini terdapat versi lagu “SMS” yang lain. Mulai dari lirik dengan maksud jawaban SMS atau lagu homonim lainnya. Lagu-lagu dimaksud diatas tidak terlepas dari media yang berperan sebagai alat untuk mempopulerkan. Tetapi, ibarat Setali tiga uang. Media sekaligus berperan sebagai pemicu plagiatisme dengan sifatnya yang menyeragamkan.
Di satu sisi media hendak meraup audiens sebanyak-banyaknya. Tetapi di sisi lain media menjadi pemicu plagiatisme. Ibarat pisau yang mempunyai fungsi ganda untuk memotong sayur atau dipakai untuk membunuh. Mungkin seperti itulah media. Tergantung penggunaan dari pemakainya. Apakah digunakan untuk hal positif ataupun untuk hal negative. Perlu sebuah kontrol diri untuk menerapkan no for plagiat.

Tidak ada komentar: